KOMPAS.com – Bagi para pelaku usaha khususnya pemula dan UKM, kerasnya tantangan dalam persaingan usaha adalah hal yang lumrah. Ada banyak batu sandungan yang kerap ditemui yang tak jarang membuat umur usaha mereka menjadi singkat. Masalah-masalah tersebut misalnya modal yang terbatas, kualitas produk tidak standar atau sistem pemasaran yang buruk. Ketiga faktor utama itu sering disebut-sebut sebagai hal yang paling menentukan.
Tak heran bila banyak pelaku UKM yang berpikir bahwa keberhasilan usaha harus selalu didukung oleh modal yang kuat, produk, serta pemasaran yang bagus. Kualitas produk serta bagaimana cara pemasarannya seringkali dianggap jauh lebih penting dalam meningkatkan penjualan. Padahal, ada banyak faktor lain yang semuanya saling terkait. Salah satunya yang tak kalah penting dan menentukan keberhasilan penjualan yaitu kemasan produk. Untuk yang terakhir ini, banyak pelaku usaha khususnya UKM yang belum menyadarinya.
Faktanya, kemasan produk merupakan salah satu unsur penting yang mempengaruhi banyaknya permintaan konsumen dan banyaknya penjualan terhadap produk UKM. Hal ini pula yang dirasakan salah satu pelaku UKM asal Bandung, Asep Candra, yang tengah merintis usaha abon sapi merek Bon Garoet. Diakui Asep, perubahan pada kemasan produk abon sapi miliknya memiliki dampak yang sangat signifikan.
Asep, yang selama ini menjual abon sapi dengan sistem keagenan dan reseller, mengaku kebanjiran order setelah dua kali mengubah konsep kemasan produknya. “Penjualan bisa meningkat tajam dan produk lebih dapat diterima oleh konsumen karena mereka suka dengan kemasan yang menarik dan tentunya lebih higienis,” ujar Asep yang mulai mengembangkan usaha abon sejak dua tahun lalu.
Pada awalnya, tutur Asep, abon sapi asal Garut ini hanya menggunakan kemasan plastik transparan yang disablon manual. Kemasan plastik ini rentan bocor dan rusak sehingga kualitas abonnya bisa berubah. Ia lalu beralih pada kemasan stand up pouch berbahan kombinasi plastik dan aluminium yang dilengkapi stiker untuk label. Namun kemasan ini pun masih membuatnya kurang puas karena tidak terlalu menarik.
Asep pun lalu menggunakan bahan paper metal dengan desain kemasan unik bertema vintage. Walaupun masih ada kekurangan, Asep menilai material ini sudah jauh lebih baik dan dapat memenuhi kebutuhan desain.
“Perubahan kemasan baru ini sudah sejak lama diperhitungkan menyesuaikan segmen pasar abon kami yang segmennya premium. Dari segi harga, memang menjadi lebih mahal. Tetapi konsumen nyatanya semakin yakin dengan produk kami. Selain enak, abonnya lebih terjamin dari segi kualitas dan lebih bergengsi,” papar Asep.
Konsultan desain
Untuk menciptakan desain dan kemasan produk yang bagus, Asep mengaku dibantu salah satu konsultan desain kemasan di Bandung. Awalnya, ia kerap kesulitan menciptakan kemasan yang diinginkannya karena terbentur modal. Beruntung, Asep menemukan jasa konsultan desain kemasan dengan harga relatif terjangkau.
“Banyak bisnis UKM kesulitan menciptakan kemasan yang bagus karena harus punya modal hingga puluhan juta rupiah. Alhamdulillah, saya menemukan konsultan desain kemasan yang mau menerima order dalam jumlah kecil dan murah,” tutur Asep yang berharap pemerintah memberikan solusi untuk para UKM terkait kemasan produk ini.
Cari segmen pasar baru
Dalam mengembangkan usahanya, Asep berupaya kreatif dengan tidak hanya berharap produknya dapat masuk ke toko atau supermarket sebagai tempat pemasaran. Pria kelahiran Garut ini juga mencoba mencari segmen pasar yang belum banyak digarap pengusaha lain. Selain berupaya menitipkan produk abonnya di tempat oleh-oleh di sekitar kota Bandung, ia pun mencoba mengandalkan teman-temannya untuk menjadi marketing atau reseller tanpa perlu menyetor modal.
“Saya mencoba mengembangkan bisnis yang mudah-mudahan dapat membantu banyak orang. Teman-teman saya yang punya jiwa “dagang” saya ajak untuk menjual produk tanpa harus membeli terlebih dulu. Syarat yang penting adalah jujur dan punya kemauan,” terangnya.
Dengan model bisnis ini, Asep mengaku usahanya lebih berkembang. Hingga kini, ia sudah memiliki puluhan reseller di Jabodetabek dan beberapa kota lain yang rutin dikirim produk setiap harinya.
Perlu peran pemerintah
CEO Smartplus Consulting, Yuszak M Yahya, saat berkunjung ke Kompas.com beberapa waktu lalu menyebutkan, kemasan memang menjadi salah satu kendala bagi UKM Indonesia menghadapi serbuan produk luar negeri pada era masyarakat ekonomi ASEAN mendatang. Produk negara jiran, seperti Malasysia dan Thailand, sudah mempunyai kemasan alumunium yang premium sehingga lebih menarik. sementara UKM Indonesia masih menggunakan kemasan yang seadanya, sehingga konsumen pun cenderung melewatinya begitu saja.
Ia mengakui, harga kemasan alumunium cenderung masih mahal bagi para UKM yang modalnya terbatas. Informasi saja rata-rata pabrik hanya menerima order minimal 10.000 pcs. dengan harga satu kemasan Rp 3.000 per buah saja, UKM harus menyediakan minimal Rp 30 juta untuk mempunyai kemasan. Dana yang lumayan besar bagi pelaku UKM.
Karena itu, sebut pria yang sering memberikan pelatihan kepada para pelaku UKM ini, peran pemerintah sangat penting untuk membuat UKM bisa bersaing dengan produk luar. “Bagaimana caranya supaya kemasan ini bisa lebih terjangkau oleh para UKM,” ujarnya.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul “Kemasan Ciamik, Produk UKM Melejit”, https://nasional.kompas.com/read/2014/10/31/101837826/Kemasan.Ciamik.Produk.UKM.Melejit.